RENUNGAN
Assalamualaikum..wr wb...
Wah udah lama ga nulis blog..tau tau udah Maret 2012..ga terasa waktu berlalu begitu cepatnya..
melihat kondisi sekarang yang semakin kacau, riweuh, ribet dan tidak kondusif menjadikan diri kita seseorang yang kadang tambah idealis atau malah jadi ngikutin arus da tergelincir dalam kemunafikan...
Apapun diri kita sekarang jadi lah seseorang yang bisa bermanfaat untuk orang lain..
Ada sebuah renungan yang bisa jadi pelajaran buat qt semua..( izin share kpd Ki Bayu Sepi untuk ceritanya)
Assalamualaikum..wr wb...
Wah udah lama ga nulis blog..tau tau udah Maret 2012..ga terasa waktu berlalu begitu cepatnya..
melihat kondisi sekarang yang semakin kacau, riweuh, ribet dan tidak kondusif menjadikan diri kita seseorang yang kadang tambah idealis atau malah jadi ngikutin arus da tergelincir dalam kemunafikan...
Apapun diri kita sekarang jadi lah seseorang yang bisa bermanfaat untuk orang lain..
Ada sebuah renungan yang bisa jadi pelajaran buat qt semua..( izin share kpd Ki Bayu Sepi untuk ceritanya)
'''....Diceritakanlah seseorang yang
mengabdikan dirinya sebagai tukang pikul air pada seorang majikan dan
dia memiliki seperangkat peralatan berupa dua buah tempayan yang besar,
yang keduanya bergantung pada masing-masing ujung sebuah pikulan yang
selalu dibawanya menyilang pada bahunya. Akan tetapi salah satu dari
tempayan tersebut retak, sedangkan tempayan yang satunya lagi utuh/tidak
retak. Jika tempayan yang tidak retak itu selalu dapat membawa air
penuh setelah melakukan perjalanan panjang dari mata air menuju rumah
majikannya, maka tempayan retak itu paling banyak hanya dapat membawa
air setengahnya saja. Selama bertahun-tahun hal itu terjadi disetiap
harinya,
Tentu saja tempayan yang utuh itu merasa
sangat bangga. Si tempayan utuh berkata “Hai kawan, lihatlah aku!
Lihat prestasiku, aku tidak pernah mengecewakan tuanku, karena aku
selalu dapat menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadaku dengan
sempurna,” katanya sambil membusungkan dada dengan congkaknya. Sombong
sekali kedengarannya. Itu karena dirinya merasa lebih sempurna bila
dibandingkan dengan si tempayan yang retak.
Mendengar hal tersebut tentu saja
membuat si tempayan retak yang malang itu merasa malu sekali akan
ketidaksempurnaannya dan merasa sangat sedih karena ia hanya dapat
memberikan setengah saja dari tugas yang seharusnya dapat dilakukan.
Selama sekian tahun selalu merasa
tertekan oleh suatu keadaan dan kegagalan yang pahit ini, berkatalah
tempayan retak itu kepada tukang air : “Saya sangat malu pada diri saya
sendiri, dan saya mohon maaf kepadamu.”
“Kenapa harus merasa malu”, dan “Kenapa harus meminta maaf?” kata si tukang air
“Karena saya selama ini hanya mampu
membawa setengah porsi dari air yang seharusnya dapat saya bawa. Karena
adanya retakan pada sisi saya sehingga air yang saya bawa bocor
sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku inilah, saya
telah membuatmu rugi dan bekerja lebih keras,” kata tempayan tersebut.
Si tukang air merasa kasihan kepada
tempayan yang retak, dan dalam belas kasihnya ia berkata : “Baiklah
besok kita kembali kerumah majikan kita, aku ingin kamu memperhatikan
bunga-bunga yang tumbuh dan berkembang di sepanjang jalan yang akan kita
lalui.”
Benarlah, keesokkan harinya ketika
mereka mulai berjalan dari mata air menuju rumah sang majikan, si
tempayan retak memperhatikan jalan yang dilaluinya dan barulah dia
menyadari bahwa ada bunga-bunga indah yang tumbuh di sepanjang sisi
jalan, membuatnya tempayan retak sedikit terhibur. Namun pada akhir
perjalanan ia kembali bersedih karena separuh dari air yang dibawanya
telah habis diperjalanan, dan kembali tempayan retak itu minta maaf
kepada tukang air atas kegagalannya tersebut.
Berkata pulalah si tukang air kepada
temapayan retak : “ Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga yang
tumbuh subur sepanjang jalan disisismu, dan bunga bungan yang tumbuh
namun gersang disisi dimana temanmu tempayan yang utuh selalu
melewati? Bunga bunga disisimu subur karena aku menyadari akan cacadmu
dan aku memanfaatkanmu. Diamana setiap hari jika kita berjalan pulang
dari mata air, kamu selalu membagikan air terhadap bunga bunga itu.
Sehinga selama beberapa tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga
indah itu untuk menghiasi meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu
ada, rumah majikan kita takkan dapat menghiasi rumahnya seindah
sekarang.”
-o0o-
Saudaraku, kisah tersebut seyogyanyalah
menjadi bahan renungan untuk mengoreksi diri kita dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari
Janganlah kita menjadi sombong dengan
apa yang kita mampu, karena kemampuan kita hanya sebutir kecil debu yang
tidak pantas untuk disombongkan apalagi dihadapan-Nya, kita mampu
karena kita dimampukan atau mampu karena kehendak-Nya, dan kita hanya
kebetulan dipilih menjadi alat-Nya agar kita semua mengetahui
kemuliaan-Nya dan kita tidak pernah tahu apa yang menjadi rencana-Nya.
Dengan kesombongan akan menyebabkan wawasan kita menjadi sempit dan
kerdil, yang pada akhirnya akan menyakiti perasaan orang lain.
Janganlah kita merasa lebih bila
dibandingkan dengan yang lain, misalnya : lebih cerdas, lebih mampu,
lebih beriman, lebih taat, Karena dengan merasa lebih, kita akan
menjadi tidak peka dan tidak peduli dengan apa yang seharusnya dapat
kita berikan terhadap lingkungan disekitar kita. Jangan sampai apa yang
kita miliki menjadi sia-sia dan tidak berarti dihadapan-Nya.
Pada dasarnya setiap orang memiliki
cacad dan kekurangannya masing-masing. Jika kita mengkoreksi diri, kita
semua adalah tempayan yang retak. Namun jangan menjadi takut akan
kekurangan yang kita miliki, kenalilah kekurangan itu. Karena dihadapan
Yang Maha Bijaksana tidak ada yang terbuang percuma, melalui bimbingan
dan teladan hidup (sunnah) kita akan dapat mengisi kekurangan tersebut,
sehingga kitapun dapat menjadi sarana keindahan atau menjadi lebih
indah dan pantas dihadapan-Nya. Saudaraku, bahwa di dalam kelemahan,
kita akan dapat menemukan kelebihan.
Sumber : maulindo.Blogspot.com
Artikel Edith (Ki Ageng BS)